Senin, 11 April 2016

Padamu yang pernah dengan nyaman kupanggil "yank"...

Aku menyadarinya setelah kembali membumi. Kemarin kau mengajakku ke langit. Tinggi sekali, sampai aku hampir lupa diri.

Hari ini kita kembali ke bumi, ke tempat kita seharusnya. Kau sedikit memaksa, ada secuil rasa enggan di benakku. Aku masih ingin di sana entah sampai kapan, bersamamu, hanya bersamamu. Tapi itu tidaklah mungkin, bukan hanya kita berdua pemeran di kisah ini, ada banyak manusia lainnya yang juga harus kita pikirkan. Ada banyak perasaan yang harus sama-sama kita jaga. 

Kedewasaan kita mengiyakan keterpaksaan ini. Kita membiarkan rasa sakit ini hadir sebagai konsekuensi yang kita yakini hanya akan bertahan sementara. Kaupun merasakannya. Kau tahu aku tahu.

Kau bahkan sudah menemukan teman baru yang mungkin akan kau ajak pula ke langit, seperti dulu kau mengajakku. Atau mungkin ke tempat lain yang jauh lebih indah. Sementara aku masih disini menunggu dijemput, mungkin olehmu atau yang lainnya, entahlah, belum mampu kupikirkan dengan baik tentang itu. Tapi percayalah kini hatiku semakin lapang.

Aku cemburu awalnya, mengapa cepat sekali kau pergi dariku, tak jarang kumaki kau dalam kesedihan mendalam, kukutuk kau dalam tangis yang kadang tak mampu kubendung. Bahkan hingga hari ini, masih selalu menetes air mata ketika mengingatmu meski tak lagi sebanyak dahulu diawal kepergianmu. 

Ini hasil ajarmu, kau mengajarkanku bahwa cinta itu irrasional, aku mempercayainya, aku mendalaminya dan itu menyakitiku lebih dalam. Kemudian kukembalikan diriku, kugunakan rasionalitasku, kemudian keadaanku membaik. Aku mulai bisa tersenyum ketika melihat potretmu. Potret yg sebenarnya sudah ku delete dari galleryku (tapi terlebih dahuku kusave di driveku 😝)

Hatiku lebih damai ketika otakku mulai bisa berjalan normal. Tak sedikit yang kutitipkan padamu. Semoga tak kau sia siakan. Kuharap kau pun belajar dariku sebagaiman aku belajar darimu, meski terlalu sedikit sebenarnya yang bisa kau pelajari dariku. Aku memang payah untuk itu 😪

Satu kalimat yang ingin sekali kusampaikan padamu, mungkin nanti ketika hati kita sudah sama-sama siap bertemu dengan peran yang berbeda. Ingin kusampaikan, aku sungguh bangga pernah menjadi bagian dari cerita hidup seorang pria hebat sepertimu. Pria yang 1% memikirkan kebahagiaannya namun 99% memikirkan kebahagiaan orang yang dicintainya. Ahhh beruntung sekali perempuan itu... Tapi tak apalah, aku pernah mencicipi indahnya bersamamu saja sudah lebih dari cukup. Nanti akan kuajarkan pada lelakiku bagaimana kau melakukannya.

Tapi bukan aku namanya jika aku tak mengkritikmu. Kau mengetahui dengan pasti tentang itu. Caramu mencintai melenakan, melumpuhkan, bahkan bisa mematikan yang kau cintai. Rasa nyaman yang kau berikan terlalu berlebihan, kau kadang lupa bahwa kau tak lebih dari seorang manusia yang punya batas penglihatan, jangkauan, yang tak bisa selamanya berada di sisinya. Kau sangat terbatas untuk bisa menyempurnakannya. Bisa kukatakan ini, karena aku merasakannya. Aku merasakan lumpuh yang teramat, kehilangan arah yang begitu bengis ketika kau pergi. Tapi beruntungnya aku, masih bisa kukembalikan diriku... Beruntungnya aku, tak terlalu lama terlenakan, tak sampai habis kekuatanku.

Tak kupaksa kau terima kritikku, karena pasti kau akan menolaknya diawal namun pada akhirnya akan kau terima juga, seperti yang sering kau lakukan sewaktu bersamku. Aku mengenalmu sebaik itu.

Aku ingin berterima kasih padamu yang telah hadir memberiku banyak sekali pelajaran, terima kasih telah melepaskanku hingga bisa kukenali diriku lebih baik lagi. 

Percayalah, tempatmu sekarang mungkin tak seistimewa dulu, karena tempat itu harus kukosongkan sementara waktu, tapi telah kusiapkan tempat istimewa lainnya di bagian hatiku yang lain. Kenangan bersamamu akan abadi seabadi jiwa yang melekat di tubuhku...

Padamu yang pernah dengan nyaman kupanggil "yank", terima kasih telah membawaku kembali membumi... 🙏😊